Kamis, 17 Juli 2008

Euforia investasi di bursa


Euforia investasi di bursa

Pada perdagangan hari pertama kemarin, harga saham PT Adaro Energy Tbk melonjak Rp630 dari posisi awal Rp1.100 menjadi Rp1.730. Para pemodal layak berpesta pora dengan keuntungan (gain) sebesar 57,27% hanya dalam sehari.

Kenaikan setinggi itu sebenarnya sudah bisa ditebak. Hal ini karena menjelang masuk bursa, di grey market, saham Adaro sudah ditransaksikan hingga level harga Rp1.530.

Pemodal sepertinya tidak mau menyia-nyiakan momentum pencatatan saham perusahaan pertambangan batu bara itu. Adaro listing perdana dengan nilai terbesar dalam sejarah bursa Indonesia, yakni senilai Rp12 triliun.

Selama ini, investor biasanya bisa mendapat keuntungan di atas 10% dari listing perdana. Namun, kemarin pemodal mendapatkan lebih dari yang lazim diperoleh mereka selama ini.

Return yang diperoleh dari saham Adaro cukup mencengangkan. Hal ini karena pada saat pencatatan, pasar finansial global dalam keadaan tidak bergairah. Bahkan, sehari menjelang pencatatan saham Adaro, Bursa Efek Indonesia (BEI) anjlok 44,7 poin (1,98%) ke level 2.214,85.

Koreksi itu mengikuti rontoknya seluruh indeks bursa saham di kawasan Asia. Indeks Morgan Stanley Capital (MSCI) Asia Pasifik, misalnya, jatuh 2,1% menjadi 129,61 ke level terendah sejak 20 November 2006.

Bahkan kemarin saham Adaro menjadi penopang indeks, sehingga bursa terhindar dari penurunan lanjutan. Berkat perusahaan ini, indeks harga saham di BEI akhirnya mengalami kenaikan tipis sebesar 3,273 poin.

Di lain pihak, indeks Dow Jones turun ke level 10.962,54, terendah dalam dua tahun ini. Spekulasi pemodal atas nasib Bank Indy Mac yang berbasis di California dan ambruknya institusi pembiayaan Fannie Mae dan Freddie Mac menjadi sentimen negatif yang menekan Wall Street.

Dengan kondisi global seperti ini, pemodal hampir tidak mungkin mengharapkan keuntungan spektakuler seperti yang terjadi pada saham Bumi Resources.

Perhatikan, dalam jangka waktu dua tahun, saham Bumi meningkat hampir 600%. Kalau pada 12 Maret 2006, harga saham perusahaan batu bara ini masih bertengger di posisi Rp980, maka pada perdagangan terakhir kemarin tercatat sebesar Rp6.900 per lembar.

Kenaikan itu tentu tidak rasional karena tidak ditopang oleh kinerja fundamental Bumi. Lonjakan harga saham lebih pada permainan persepsi psikologis akibat kenaikan harga batu bara di pasar global yang sejak saat itu terus melambung tinggi.

Saat ini, berdasarkan data global COAL, penyedia data batu bara dunia, harga sumber energi itu di Newscastle, Australia, berada pada level US$187,70 per ton pada 11 Juli.

Mungkin saja benar pernyataan Vicky Ganda Saputra, Vice President Investment Banking PT Danatama Makmur, penjamin emisi efek Adaro. Menurut dia, harga saham perusahaan itu berpotensi meningkat sebesar Rp600 setiap kenaikan harga batu bara US$10 per ton.

Hanya saja, dengan level harga setinggi saat ini, ruang bagi kenaikan harga batu bara di pasar global, tidak besar. Lagi pula, secara fundamental, pertumbuhan kinerja Adaro tidak sangat luar biasa, sehingga bisa mendongkrak harga saham secara spektakuler.

Misalnya saja, seperti diakui manajemen Adaro, pada semester I/2008 penjualan perusahaan itu hanya tumbuh sebesar 10,6% menjadi US$725 juta dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.

Kalau demikian halnya, harian ini mengimbau kalangan pemodal agar tidak terhenyak pada euforia yang berlebihan, karena keuntungan di perdagangan perdana. Tekanan finansial global bukan tidak mungkin akan datang dan menekan harga saham Adaro. Silakan berinvestasi dan berspekulasi, tetapi jangan lupa berhati-hati.

sumber:

http://web.bisnis.com/edisi-cetak/edisi-harian/tajuk/1id68911.html

Tidak ada komentar: