Kamis, 17 Juli 2008

jangan cepat panik



'Jangan cepat panik!'

Di tengah situasi bursa yang tidak menentu, para pemodal membutuhkan pegangan. Salah satu yang mereka dengar adalah suara dari otoritas bursa. Karena itu Bisnis mewawancarari Dirut PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Erry Firmansyah. Berikut petikannya.

Apa yang bisa Anda jelaskan mengenai gambaran situasi bursa saat ini?

Namanya juga pasar saham, pasar obligasi memang selalu ada up and down. Ini juga sebagai fokus kita, khususnya bagi investor lokal yang harus dengan hati yang jernih dan rasional.

Dalam beberapa waktu terakhir pasar keuangan dunia memang sangat berfluktuasi karena kasus subprime mortgage yang membawa masalah di Amerika ke sini.

Sebenarnya pasar kita kan tidak ada masalah. Dan juga kita lihat bahwa pasar kita masih cukup solid karena banyak ditunjang beragam perusahaan dan banyak yang bergerak di bidang komoditi. Tapi memang setelah harga komoditi mulai menurun itu membawa dampak terhadap emiten-emiten kita yang mendukung pertumbuhan pasar bursa kita dua tahun belakangan ini.

Namun itu fenomena biasa, tidak ada masalah. Nah ini yang harus dimengerti oleh investor. Jangan cepat panik!

Bagaimana tidak panik kalau dari hari ke hari indeks terus mengalami koreksi?

Mereka memang butuh likuiditas dan selama enam tahun ini pasar kita naik terus dari indeks 400 sampai 2.700.

Di saham mereka mengambil keuntungan yang cukup besar, mungkin mereka pikir karena mereka butuh uang, mereka mesti mencari investasi yang lebih menguntungkan. Makanya mereka mulai melepas saham. Itu kan suatu fenomena biasa, tapi jangan sampai kebablasan. Lokal masih stabil bahkan mudah-mudahan bisa tetap berkelanjutan.
Kita lihat terjadi net subscribtion di reksa dana karena terjadi migrasi dari obligasi ke saham. Pasar obligasi kita terpengaruh oleh inflasi.

Pada saat harga obligasi yang semakin tinggi, mereka juga melihat apa yang terjadi dengan APBN. Mereka melihat subsidi BBM seperti apa, kalau subsidi naik, lalu bagaimana kemampuan pemerintah menalangi subsidi tersebut. Nah ini yang menyebabkan mereka berspekulasi. Lalu ditambah inflasi bulan Maret yang diluar ekspektasi banyak orang. Tadinya mereka mau jual, tetapi mereka tahan dengan harapan inflasi di Maret stabil atau sesuai dengan perkiraan mereka.

Begitu keluar data inflasi mencapai 0.95, mereka lalu lepas obligasi dan merembet kemana-mana, termasuk merembet ke pasar saham. Di pasar saham juga banyak rumor seperti soal saham Bakrie Brothers dan Bumi Resources. Lalu masih ada beberapa saham yang terkena fluktuasi harga komoditi. Nah itu semua yang menyebabkan dalam beberapa hari terakhir ini pasar kita mengalami anomali, semua bursa yang lain rebound, tetapi masih terjadi koreksi di sini.

Apa alasan yang sebenarnya pemodal lokal sering disetir oleh investor asing. Apakah karena jumlah pemodal lokal kita masih rendah?

Kalau kita lihat sebenarnya investor kita cukup stabil, apalagi sejak 2007 jumlah investor kita berimbang antara investor lokal dengan investor asing, 50% berbanding 50%. Pemicu kejadian kemarin adalah investor asing yang mencari likuiditas, sementara investor lokal terkena margin call.

Yang saya selalu sampaikan bahwa kita dari bursa selalu mendorong investor lokal untuk investasi di reksa dana. Ternyata reksa dana tidak ada masalah dan ini cukup menggembirakan.

Dan memang bagi investor individu yang menggunakan fasilitas margin sangat berat. Misalnya kalau saham turun 10%, mereka lalu bisa menutupinya berapa. Nah itu lah kita tetap memerlukan investor individu yang kuat melalui reksa dana. Kita ingin pemodal lokal menjadi besar sehingga bisa berperan sebagai katalisator. Di Jepang komposisi asing di sana mencapai 70% dari total investor. Memang hasilnya likuiditas di Jepang besar sekali, namun besar kecil sama saja, yang penting pasarnya ada atau tidak.

Apakah bursa tidak memiliki target untuk menambah jumlah pemodal dalam negeri?

Kami tidak memiliki target angka untuk memperbesar jumlah investor lokal, namun kami perlu terus-menerus memberikan perhatian bagaimana masyarakat menempatkan dana mereka di pasar modal baik itu di saham, obligasi, maupun di produk-produk derivatif.

Tentu saja tidak mudah untuk terjun ke produk derivatif karena itu bukan sesuatu yang mudah. Tetapi mereka harus berkeyakinan bahwa dengan inflasi sudah sekian tinggi, bunga bank sudah tidak lagi berharga lagi, produk deposito habis. Dalam keadaan demikian, capital market tetap menjadi tumpuan.

Bagaimana aktivitas sosialisasi pasar modal dari perusahaan sekuritas yang memang seharusnya menjadi ujung tombak di industri ini?

Ya memang sosialisasi harus lebih banyak dilakukan oleh BEI. Selain itu, banyak juga anggota bursa yang menjalankan sosialisasi dan buka cabang. Tetapi kalau kita lihat lebih banyak dari mereka yang tidak buka cabang dan itu yang harus kita perbaiki ke depan. Karena ujung tombak dari pasar modal ada di tangan broker. Mereka yang seharusnya lebih gencar mempenetrasi pasar.

Kalau mereka enggak pernah punya cabang bagaimana? Atau mereka cuma buka cabang di Jakarta, susah juga. Apalagi saat ini dengan adanya otonomi daerah maka uang banyak di daerah, apalagi di luar Jawa. Nah ini yang kita harapkan. Namun memang ada masalah juga ketika mereka akan membuka cabang di luar Jakarta, mereka membutuhkan tenaga yang berlisensi.

Harus ada kerja sama tiga pihak, yaitu bursa, Bapepam, dan anggota bursa sehingga perusahaan sekuritas bisa mudah membuka cabang. Karena dari segi infrastruktur sudah tidak ada masalah, orang bisa bertransaksi dari mana saja.

Bagaimana dengan aksi-aksi korporasi di bursa, apakah semua mundur karena pasar yang tidak kondusif?

Penundaan aksi korporasi sampai saat ini belum ada, juga belum ada perusahaan yang menyatakan resmi mundur dari rencana IPO. Kebanyakan dari mereka hanya memperpanjang proses saja. Buat mereka kalau mereka mundur harus butuh waktu lagi untuk mengulang kembali proses dari awal. Apalagi pasar tidak bisa ditebak. Karena ketika pasar rebound, mereka akan ketinggalan momentum kalau baru mulai lagi dari awal. Jadi yang kita lihat mereka mengatur waktu untuk masuk.

Apa pelajaran penting yang bisa dipetik dari krisis finansial global yang terjadi akhir-akhir ini?

Untuk pasar keuangan, pasar tidak dapat dibiarkan bebas begitu saja, mesti ada pengaturan. Karena kita saksikan ketika Amerika membiarkan pasar bebas begitu saja ternyata pasar bebas itu mengakibatkan bencana.

Untuk kita di Indonesia apa yang diberlakukan sudah cukup bagus, kita mengatur semuanya. Ke depan kita harus lebih berhati-hati dan belajar dari pengalaman Amerika. Amerika bilang risk management bagus, ternyata jeblok juga karena terlalu besar.

Untuk kita, karena pasar kita masih kecil dan sedang tumbuh jangan terlalu bebas tapi jangan juga terlalu kaku. Kalau terlalu kaku pasar tidak akan tumbuh, tetapi kalau terlalu bebas kita lihat contohnya Amerika. Mesti ada pengaturan dari pemerintah dalam batas-batas tertentu yang membuat pasar tidak terkekang namun tidak liar, contohnya seperti pengaturan margin dan short selling.

Pewawancara : Abraham Runga Mali


http://web.bisnis.com/minisite/IDX/













Tidak ada komentar: